Monday, 15 June 2015

Dosen Hukum UHO Klarifikasi Soal Raperda

#Herman: Saya Bukan Ketua Tim, Hanya Diperintahkan Persentase
KENDARI, BKK – Wakil Dekan II Fakkultas Hukum Universitas Halu Oleo (UHO), Herman SH LLM melakukan klarifikasi atas berita soal focus group discussion (FGD) pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) sebagaimana diberitakan koran ini, Jumat (12/6).
Herman menegaskan, dia bukanlah ketua tim ahli dalam perancangan raperda tersebut, tetapi hanya sebatas dosen Fakultas Hukum yang diperintahkan atasannya untuk tampil mempersentasekan naskah yang dibuat tim.
“Saya bukan ketua tim, juga bukan anggota tim penyusun raperda itu. Saya hanya kebetulan diperintahkan atasan untuk tampil mempersentasekan naskah yang sudah dibuat oleh rekan-rekanya. Saya tidak tahu menahu isi dari naskah raperda itu,” kata Herman melalui telepon selulernya kepada BKK, Jumat (12/6).
Herman mengaku dirugikan dengan berita yang menyebutkan ketua tim ahli hukum dan mempersentasekan dokumen raperda yang diduga plagiat.
“Kasian nama baik saya, padahal saya juga punya banyak relasi dengan pemerintah daerah (pemda), yang mengira saya melakukan plagiat. Makanya saya ingin mengklarifikasinya,” tegasnya.
Namun soal materi raperda yang dipersentasekannya, Herman menyatakan tidak bisa dikatakan plagiat, karena menurutnya itu masih sebatas FGD dimana bisa menampilkan materi perda yang telah diberlakukan di daerah lain sebagai bahan perbandingan.
“Itu kan masih FGD. Kita menjaring pendapat sehingga wajar saja menampilkan perda dari daerah lain yang sejenis sebagai perbandingan. Kita tidak copy paste tapi memasukan sebagain dari perda yang sudah berlaku di daerah kalimantan sebagai masukan,” bantahnya.
Dia mencontohkan, dalam naskah raperda yang disusun dimasukan soal tanah adat suku Dayak sebagai pembanding apakah model seperti itu ada di Sultra atau tidak.
Menurutnya soal tanah adat ini terjadi pertentangan antara DPRD dengan pihak BPN, dimana pihak BPN menyatakan tidak ada status tanah adat di Sultra. Namun pihak DPRD malah ingin memasukan karena pernah menerima aspirasi soal kasus tanah adat.
Bukan saja itu, katanya, megenai judul pun ada pertentangan yakni apakah menggunakan judul “Tata Niaga Perkebunan Kelapa Sawit dan Pengelolaan Limbah Bernilai Ekonomis” atau tidak.
Herman menyatakan, FGD raperda di DPRD Sultra patut diapresiasi, karena dibanding di daerah lain khususnya di kabupaten-kabupaten tak ada forum seperti itu untuk melahirkan sebuah perda.
Seperti diberitakan sebelumnya, tim ahli yang merancang perda DPRD Sultra diduga telah melakukan plagiat karena saat FGD digelar ditemukan dokumen naskah akademik menyodorkan yang sama dengan naskah perda di daerah lain atau dikenal dengan istilah copy paste.
FGD tersebut di gedung DPRD itu membahas tentang dua raperda yakni Tata Niaga Perkebunan Kelapa Sawit dan Pengelolaan Limbah Bernilai Ekonomis.
Kepala Bidang Pendataan Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sultra Asrafil mengungkapkan protesnya terhadap rancangan yang diusulkan oleh tim ahli hukum UHO.
Menurut Asrafil, patut dipertanyakan kualitas para akademisi ini bila melakukan kopi paste. Pasalnya, raperda yang sedianya akan dijadikan perda tata niaga perkebunan kelapa sawit ini terselip tulisan suku Dayak.
“Kalau dia copy paste, berarti semua copy paste (raperda) ini. Masa ada suku Dayak di dalamnya. Memang ini suku Dayak atau Sultra. Itu tidak cocok diberlakukan di sini,” terang Asrafil.


Sumber : http://beritakotakendari.com/2015/06/dosen-hukum-uho-klarifikasi-soal-raperda

No comments:

Post a Comment

Like Page Ini Yaaahhh