I. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopori, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan) dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang yaitu melakukan kontrol produksi atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi di perdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya.
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan.
II. Komisi Penanggulangan Aids
1. Penanggulangan HIV/AIDS merupakan dedicated program yang terdapat pada RPJMD tahun 2007-2012
2. Terbentuknya KPAP DKI jakarta dan KPAD Kotamadya/Kabupaten
3. Adanya rencana strategi penanggulangan HIV/AIDS Provinsi DKI jakarta 2008-2012
4. Peraturan daerah HIV/AIDS Nomor 5 Tahun 2008 tentang penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi DKI Jakarta
5. Siskesda Nomor 4 tahun 2009 bab II pasal 8 ayat 1 dan 2 pemerintah dan masyarakat serta swasta memerlukan dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menaggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.
Dasar hukum berdirinya Komisi penanggulangan AIDS adalah sesuai dengan keputusan Presiden No. 36 tahun 1994 yang diperbarui dengan Peraturan Presiden No. 75 tahun 2006
Sekretariat KPA
Sebagai pelaksana dan membantu ketua KPA dalam melaksanakan tugas sehari-hari dalam melaksanakan kebijakan penanggulangan AIDS, membina Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) serta melakukan pemantauan dan evaluasi, dijalankan oleh sekretariat KPA.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 2006 Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dibentuk untuk meningkatkan upaya pencegahan dan penganggulangan AIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi. Hal ini tentunya membutuhkan komunikasi, koordinasi dan kerjasama yang lebih terarah. Fokus kerja KPA Nasional saat ini adalah:
a. Mengurangi laju penularan secepat mungkin, taoi juga tetap memperhatikan upaya jangka panjang melalui penguatan sistem dan kebijakan penanggulangan.
b. Meningkatkan efektifitas koordinasi dan menyusun strategi nasional serta rencana kerja nasional tahun 2007 – 2010 yang diharapkan menjadi kesepakatan dan acuan bersama semua stakholders tingkat Nasional maupun Daerah.
c. Melanjutkan dan makin meningkatkan program peningkatan kemampuan dan konsultasi dengan pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan dan pelaksanaan program, kebijakan dan peraturan-peraturan daerah yang efektif yang dilandasi kearifan dan budaya lokal.
d. Melakukan upay scaling up dari semua kegiatan pencegahan untuk mencapai minimal 60% populasi rawan dan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi semua yang membutuhkan.
e. Ikut membantu Pemerintah Indonesia sebagai negara anggota PBB yang bermartabat untuk memenuhi berbagai komitmen internasional seperti UNGASS, MDG, dan lain-lain.
III. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Komisi ini berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang bekerja di wilayah setingkat Provinsi. Wewenang dan lingkup tugas Komisi Penyiaran meliputi pengaturan penyiaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, dan Lembaga Penyiaran Komunitas.
Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.
Berbeda dengan semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", menunjukkan bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.
Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dll. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).
Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan oleh KPI. Pelayanan informasi yang sehat berdasarkan prinsip keberagaman isi adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan prinsip keberagaman kepemilikan adalah jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip ini juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia.
Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-undang no. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan.
Maka sejak disahkannya Undang-undang no. 32 Tahun 2002 terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia, dimana pada intinya adalah semangat untuk melindungi hak masyarakat secara lebih merata. Perubahan paling mendasar dalam semangat UU ini adalah adanya limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang selama ini merupakan hak ekslusif pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen yang dimaksudkan adalah untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan. Belajar dari masa lalu dimana pengelolaan sistem penyiaran masih berada ditangan pemerintah (pada masa rezim orde baru), sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni rezim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa dan pengusaha.
Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan lembaga penyiaran lokal yang ada didaerah tersebut. Hal ini untuk menjamin tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi seperti yang terjadi sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem siaran berjaringan juga dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosial-budaya masyarakat lokal. Selama ini sentralisasi lembaga penyiaran berakibat pada diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal dan minoritas. Padahal masyarakat lokal juga berhak untuk memperolah informasi yang sesuai dengan kebutuhan polik, sosial dan budayanya. Disamping itu keberadaan lembaga penyiaran sentralistis yang telah mapan dan berskala nasional semakin menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk dapat mengembangkan potensinya secara lebih maksimal.
Dasar hukum KPI yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Tujuan KPI Yaitu:
‘Memperkukuh integrasi nasional,Terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa,mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia”.
Fungsi KPI Yaitu:
“Menjembatani kepentingan masyarakat dengan institusi pemerintah dan lembaga penyiaran (radio, dan TV swasta, publik, komunitas maupun berlangganan). KPI juga memiliki tugas mengusahakan terciptanya suatu sistem penyiaran nasional yang memberikan kepastian hukum, tatanan serta keteraturan berdasarkan persamaan dan keadilan”.
IV. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Dasar pemikiran dibentuknya KPAI adalah memaksimalkan perlindungan terhadap hak anak yang semakin terabaikan.
Dasar Hukum KPAI yaitu:
1. UU RI nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
a. Bahwa negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asai manusia
b. Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya
c. Bahwa anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan
d. Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi
e. Bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya
f. Bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak
g. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a,b,c,d,e, dan f perlu ditetapkan undang-undang tentang Perlindungan Anak
2. Keputusan Presiden Nomor 36/1990, 77/2003 dan 95/M/2004 merupakan dasar hukum pembentukan lembaga ini.
Fungsi KPAI adalah sebagai lembaga khusus yang melakukan upaya perlindungan maksimal terhadap anak, yang dapat menjamin pemenuhan hak-haknya dan mewujudkan kesejahteraan baginya.
Pasal 74
Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan anak Indonesia yang bersifat independen.
Tujuan KPAI berdasarkan pasal 3 Keppres No. 77/2003 adalah:
a. Mensosialisasikan seluruh ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; dan
b. Memberikan masukan, saran, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Pasal 76
Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas:
a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
V. Komisi Informasi Selesaikan Sengketa Informasi Publik
Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU NO. 14/2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK, Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan peraturan pelaksanaannya serta menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi atau ajudikasi nonlitigasi. “Komisi informasi hingga saat ini telah menyelesaikan sengketa informasi publik sebanyak 32 kasus di berbagai daerah dengan cara mediasi dari 180 laporan yang masuk ke kantor komisi informasi”.
Tentang Komisi Informasi Publik, Komisi Informasi Publik adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik disingkat dengan UUKIP (Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik). Tepatnya pada Bab VII UUKIP mengatur tentang fungsi, tugas dan wewenang serta tanggung jawab Komisi Informasi serta tata cara pembentukan, proses rekruitment Komisi Informasi dari tingkat Pusat hingga Provinsi dan kabupaten/Kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Berdasarkan ketentuan UUKIP bahwa pembentukan Komisi Informasi (KI) tingkat pusat harus sudah terbentuk satu tahun semenjak diundang UUKIP ini yaitu Tahun 2009, sedangkan untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota paling lambat sudah harus terbentuk 2 tahun semenjak diundangkan UUKIP yaitu pada tanggal 31 April 2010, namun pada kenyataannya hingga saat ini KI tingkat Provinsipun baru ada empat Provinsi antara lain Jawa Tengah, Jawa Timur, Pekan Baru dan Lmpung. Namun dalam tahun 2011 diharapkan di 33 Provinsi proses pembentukan Komisi Informasi Provinsi sudah rampung.
Sesuai dengan ketentuan yang diatur didalam UUKIP bahwa Komisi Informasi adalah Lembaga Independent, sesuai dengan sistem administrasi pemerintahan secara hierarchis dibentuk sebagai berikut:
1. Komisi Informasi Pusat berkedudukan di Jakarta ibukota NKRI yang sekarang exist dan baru saja menyelesaikan ajudikasi nonlitigasi termohon ICW atas termohon POLRI tentang kasus rekening 17 orang pejabat POLRI.
2. Komisi Informasi Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi
3. Komisi Informasi Kabupaten/Kota berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota.
Sedangkan Komisi Informasi Kabupaten/Kota berjumlah 5 0rang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat yang terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota, dan wakil Ketua merangkap anggota serts 3 orang anggota-anggotanya.
1. Secara umum bertugas
a. Menerima, memeriksa dan memutus permohonan penyelesaian sengketa informasi publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi yang diajukan oleh setiap pemohon informasi publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam UUKIP.
b. Menetapkan kebijakn umum pelayanan informasi publik
c. Menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
2. Komisi Informasi Pusat bertugas:
a. Menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
b. Menerima, memeriksa memutus sengketa informasi publik didaerah selama Komisi Informasi Provinsi atau Komisi Informasi Kabupaten?Kota belum terbentuk
c. Memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan UUKIP kepala Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat RI setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta.
3. Komisi Informasi dan Komisi Informasi Kabupaten/Kota bertugas menerima, memeriksa dan memutus sengketa informasi publik didaerah melalui mediasi atau ajudikasi nonlitigasi.
Dalam menjalankan tugasnya Komisi Informasi memiliki wewenang sesuai dengan wilayah yurisdiksi masing-masing antara lain:
a. Memanggil atau mempertemukan para pihak yang bersengketa
b. Meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh badan publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya mnyelesaikan sengketa informasi publik.
c. Meminta keterangan atau mnghadirkan pejabat badan publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian sengketa informasi publik
d. Mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam ajudikasi nonlitigasi penyelesaian sengketa informasi publik
e. Membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja komisi informasi.
f. Kewenangan Komisi Informasi pusat dapat meliputi KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik Provinsi dan Kabupaten/Kota yang belum terbentuk Komisi Informasinya.
Pertanggung Jawaban
Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenangnya kepada DPR RI, sedangkan Komisi Informasi Provinsi Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada kepala daerah masing-masing dan menyampaikan laporan lengkap tentang pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenangnya kepada DPRD setempat, laporan lengkap yang disampaikan bersifat terbuka untuk umum. Komisi Informasi dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya didukung oleh sekretariat komisi yang dibentuk berdasarkan undang-undang, kepala sekretariat disebut dengan Sekretaris, dan staf sekretariatnya adalah Pegawai Negeri Sipil yang berfungsi tugas membidangi informasi dan komunikasi. Sedangkan beban biaya pelaksanaan tugas Komisi Informasi ditetapkan oleh APBD masing-masing daerah.
Diharapkan dapat sesuai dengan maksud dan tujuan dibentuknya undang-undang No. 14 tahun 2008 antara lain adalah agar supaya masyarakat:
1. Dapat mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program dan proses pengambilan keputusan, serta alasan pengambilan keputusan publik
2. Berpatisipasi dan berperan aktif dalam pengambilan kebijakan dan pengelolaan badan publik yang baik
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan masyarakat, serta meningkatnya pengelolaan pelayanan informasi di lingkungan badan-badan publik, serta meningkatnya kualitas informasi publik.
No comments:
Post a Comment