Saturday, 24 September 2011

Hukum Keluarga

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hukum keluarga tidak lepas dari yang mananya perkawinan, karena keluarga ada dikarenakan adanya perkawinan. Kalau berbicara masalah keluarga kita juga harus tahu apa itu perkawinan, karena perkawinan ada hubungan yang sangat erat dengan keluarga. Keluarga sendiri ada dua keluarga sedarah dan keluarga karena hubungan perkawinan.
Di dalam masalah hukum keluarga terdapat tiga asas, asas perkawinan, asas putusnya perkawinan, asas harta benda dalam perkawinan. Dan ketiga asas ini dijelaskan dibawah secara singkat.
Hukum keluarga mempunyai beberapa sumber hukum, asas-asas hukum, ruang lingkup, dan hak dan kewajiban. Di bawah ini adalah penjelaan sedikit tentang apa saja yang berkaitan dengan hukum keluarga dan perkawinan.
1.2.Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari keluarga dan perkawinan ?
b. Apa syarat-syarat perkawinan ?
c. Apa saja hak dan kewajiban seorang suami dan istri dalam berumah tangga ?
1.3.Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari keluarga.
b. Untuk mengetahui apa Saja yang menjadi syarat-syarat perkawinan.
c. Untuk mengetahui apa saja hak dan kewajiban seorang suami dan istri.
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM KELUARGA ( FAMILIERECHT )
PENGERTIAN HUKUM KELUARGA
Pengertian Hukum Keluarga itu ada bermacam-macam diantaranya :
1. Keluarga ialah kesatuan masyarakat kecil yang terdiri dari suami istri dan anak yang berdiam dalam suatu rumah tangga.
2. Hukum keluarga ialah mengatur hubungan hukum yang bersangkutan dngan kekeluargaan sedarah dan perkawinan.
3. Jauh dekat hubungan darah mempunyai arti penting dalam perkawinan, pewarisan dan perwakilan dalam keluarga.
Kekeluargaan disini terdapat dua macam, yang pertama di tinjau dari hubungan darah dan yang kedua ditinjau dari hubungan perkawinan.
1. Kekeluargaan ditinjau dari hubungan darah atau bisa disebut dengan kekeluargaan sedarah ialah pertalian keluarga yang terdapat antara beberapa orang yang mempunyai keluhuran yang sama.
2. Kekeluargaan karena perkawinan ialah pertalian keluarga yang terdapat karena perkawinan antara seseorang dengan keluarga sedarah dari istri ( suaminya ).
SUMBER HUKUM KELUARGA
1. Sumber Hukum Keluarga tertulis:
a. Kaidah-kaidah hukum yang bersumber dari undang-undang, yurisprodensi dan traktat.
b. KUHPerdata.
c. Peraturan perkawinan campuran.
d. UU No.32./1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.
e. Dan lain sebagainya.
2. Sumber Hukum Keluarga yang tidak tertulis:
a. Kaidah-kaidah yang timbul, tambah dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.
RUANG LINGKUP HUKUM KELUARGA
Ruang Lingkup Hukum Keluarga ini ada tiga bagian:
a. Perkawinan
b. Putusnya perkawinan
c. Harta benda dalam perkawinan
A. Perkawinan
Ialah eksistensi institusi atau melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-laki dengan perempuan. Tujuannya adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
ASAS-ASAS PERKAWINAN
1. Asas monogamy ( pasal 27 BW, pasal 3 UUP ) yang berbunyai:” Dalam waktu yang sama seorang lelaki hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang perempuan hanya seorang suami ”.
2. Undang-undang yang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata ( pasal 26 BW ) yang berbunyi:” Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan dimuka petugas kantor pencatatan sipil “.
3. Perkawinan adalah suatu persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang prempuan dibidang hukum keluarga. Menurut pasal 28 asas perkawinan menghendaki adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami istri, dengan demikian jelaslah kalau perkawinan itu adalah persetujuan.
4. Perkawinan supaya dianggap sah, harus memenuhi syarat-syarat yang dikehendaki oleh undang-undang.
Syarat-syarat perkawinan dibedakan menjadi 2 : syarat materiil dan syarat formil.
1. Syarat Materiil
Syarat Materil ada dua syarat Materiil Absolute dan syarat Materiil Relative.
1. Syarat Materiil Absolute ialah syarat yang mengenai pribadi seorang yang harus dilakukan untuk perkawinan pada umumnya. Syarat ini adalah sebagai berikut:
· Monogamy
· Persetujuan antara kedua calon suami istri.
· Orang yang hendak kawin harus memenuhi batas umur minimal ( pasal 29 ).
· Seorang perempuan yang pernah kawin dan hendak kawin lagi harus mengindahkan waktu 300 hari setelah perkawinan yang dahulu dibubarkan ( pasal 34 ).
· Untuk kawin di perlukan izin dari sementara orang ( pasal 35-49 ).
2. Syarat Materiil Relative ialah mengenai ketentuan-ketentuan yang merupakan larangan bagi seseorang untuk kawin dengan orang tertentu.ketentuan-ketentuan ini ada tiga macam:
· Larangan untuk kawin dengan orang yang sangat dekat didalam kekeluargaan, sedarah atau karena perkawinan.
· Larangan untuk kawin dengan orang yang mana orang tersebut pernah melakukan zinah.
· Larangan untuk memperbaharui perkawinan setelah adanya perceraian jika belum lewat waktu 1 tahun.
2. Syarat Formil
Syarat ini dapat dibagi dalam syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dilangsungkan perkawinan, dan syarat-syarat yang harus dipenuhi berbarengan dengan dilangsungkannya perkawinan itu.
1. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dilangsungkan perkawinan adalah:
· Pemberitahuan tentang maksud untuk kawin.
· Pengumuman tentang maksud untik kawin.
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi berbarengan dengan dilangsungkannya perkawinan, syarat-syarat ini diatur dalam pasal 71-82 yang antara lain menetukan:
· Calon suami istri harus memperlihatkan akta kelahirannya masing-masing.
· Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus diperlihatkan akta perceraian, akta kematian atau didalam hal ketidak hadiran suami ( istri ) yang dahulu.
· Bukti bahwa pengumuman kawin telah berlangsung, tanpa pencegahan.
· Dispensasi untuk kawin, didalam dispensasi itu diperlukan jika ada perselisihan pendapat antara pegawai catatan sipil dan calon suami istri tentang soal lengkap atau tidaknya surat-surat yang diperlukan untuk kawin.
B. Putusnya Perkawinan
Ialah berakhirnya perkawinan yang dibina oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh kematian, perceraian, atas putusan pengadilan. Menurut BW juga disebabkan tidak hadirnya suami istri selama 10 tahun, dan diikuti dengan perkawinan baru.
Alasan putusnya perkawinan:
· Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, penjudi yang sukar untuk disembuhkan.
· Salah satu pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah atau diluar kemampuannya.
· Salah satu pihak cacat badan atau penyakit sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri.
· Dan lain sebagainya.
Akibat putusnya perkawinan:
· Baik suami istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya.
· Bapak bertanggung jaawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya.
· Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada istrinya.
C. Harta Benda Dalam Perkawinan
· Harta benda yang dipearoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
· Harta bawaan masing-masing dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah perkawinan dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang tidak ditentukan lain.
· Bila perkawinan putus maka pembagian harta benda berdasarkan hukum masing-masing.
HAK DAN KEWAJIBAN DALAM HUKUM KELUARGA
Berikut ini adalah hak dan kewajiban pasangan suami istri yang baik:
A. Kewajiban Suami
- Memberi nafkah keluarga agar terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
- Membantu peran istri dalam mengurus anak.
- Menjadi pemimpin, pembimbing dan pemelihara keluarga dengan penuh tanggung jawab demi kelangsungan dan kesejahteraan keluarga.
- Siaga/siap antar jaga ketika istri sedang mengandung hamil.
- Menyelesaikan masalah dengan bijak dan tidak sewenang-wenang.
- Member kebebasan berfikir dan bertindak pada istri sesuai ajaran agama agar tidak menderita lahir dan batin.
B. Hak Suami
- Isteri melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai ajaran agama seperti mendidik anak, menjalankan urusan rumah tangga, dan sebagainya.
- Mendapatkan pelayanan lahir batin dari istri.
- Menjadi kepala keluarga memimpin keluarga.
C. Kewajiban Isteri
- Mendidik dan memelihara anak dengan baik dan penuh tanggung jawab.
- Menghormati serta mentaati suami dalam batas wajar.
- Menjaga kehormatan keluarga.
- Menjaga dan mengatur pemberian suami( nafkah suami )untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
- Mengatur dan mengurusi rumah tangga keluarga demi kesejahteraan dan kebahagian keluarga.
D. Hak Isteri
- Mendapatkan nafkah batin dan nafkah lahir dari suami.
- Menerima maskawin dari suami ketika menikah.
- Diperlakukan secara manusiawi dan baik oleh suami tanpa kekerasan dalam rumah tangga/KDRT.
E. Kewajiban Suami dan Isteri
- Saling mencintai, menghormati, setia dan saling bantu lahir dan batin satu sama lain.
- Memiliki tempat tinggal ang tetap yang ditentukan kedua belah pihak.
- Menegakkan rumah tangga.
- Melakukan musyawarah dalam menyelesaikan problem rumah tangga tanpa emosi.
- Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan dengan ikhlas.
- Menghormati keluarga dari kedua belah pihak baik yang tua maupun yang muda.
- Saling setia dan pengertian.
- Tidak meyebarkan rahasia/aib keluarga.
F. Hak Suami dan Isteri
- Mendapatkan kedudukan hak dan kewajiban yang sama dan seimbang dalam keluarga dan masyarakat.
- Berhak melakukan perbuatan hukum.
- Berhak diakui sebagai suamu isteri dan telah menikah dengan sah sesuai hukum yang berlaku.
- Berhak memiliki keturunan langsung anak kandung dari hubungan suami istri.
- Berhak membentuk keluarga dan mengurus kartu keluarga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Keluarga adalah kesatuan masyarat kecil yang terdiri dari suami istri dan anak yang berdiam dalam suatu rumah tangga.
2. Kekeluargaan ada dua kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan.
3. Ruang lingkup hukum keluarga
a. Perkawinan
b. Putusnya perkawinan
c. Harta benda dalam perkawinan
4. Syarat perkawinan : syarat materiil dan syarat formil.
B. Saran Dan Kritik
Kesan sebagai hamba-hamba yang penuh dengan kekurangan salah dan dosa akan tetap ada pada diri masing-masing individu. Baik tindakan atau perbuatan terlebih sebuah karangan. Oleh karenanya kritik dan saran merupakan motovasi terhebat sebagai landasan menuju sebuah kemajuan yang lebih baik karena kesempurnaan tidak akan bisa kita miliki.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Kansil C. S. T. S. H. 1984, Pengantar Ilmu Hokum Dan Tata Hokum Indonesia. PN. BALAI PUSTAKA. JAKARTA

No comments:

Post a Comment

Like Page Ini Yaaahhh